Malam semakin habis, janji-janji hari esok menyiapkan
pemenuhannya. Fajar merah belum sepenuhnya muncul, tapi aku ,mbah yai petani,
dan mas barep masih duduk-duduk di lincak menghabiskan sisa malam. Seperempat
kopi yang dingin masih menyediakan asa untuk pembicaraan sampai subuh nanti.
Menunggui mas barep menjahit celana kolor hitamnya, mbah yai petani membuka
pembicaraan.
“besok kamu ke pasar le”, mengalihkan pandang padaku.
“mungkin begitu mbah, sekalian saya ke perpus kota kecamatan
cari buku”,
“oalah”,
“mbah, boleh saya bertanya”,
“silahkan, selagi saya bisa menjawab”
“apakah mbah dulu kutu buku atau kutu kitab”,
Ia mengulum senyum.
“ndak pernah le. Ndak pernah saya baca buku. Baca huruf
latin aku ndak bisa. Huruf jawi sedikit-sedikit”,
“apakah mbah pernah nyantri?”,
“seingatku pernah. Bahkan hingga kini”,
“tapi pengetahuan panjenengan kok luas ya mbah”,
“itu kan menurutmu. Kalau menurutku ya beginilah keadaanku
le. Yang saya ingat dan terapkan sampai kini hanyalah kerja. Kalau ndak kerja,
teori manapun mana bisa terlaksana. Di dalam kerja sudah tersimpan teori le”
“wah, kalau begitu mbah ini ensiklopedia berjalan dong”,
“apa itu ensikoedlia?”
“ensiklopedia mbah. Saya mau bertanya saja mbah, mumpung
belum imsak”
“ya monggo”
“ibu saya berpesan untuk selalu mendoakan arwah leluhur tiap
malam jumat. Maksud semua itu apa mbah?”,
“hehehe, kamu terkena virus bangsa penjajah le. Sibuk mempertanyakan
segala hal. Tentu doamu dan segenap bacaan yasin untuk arwah leluhurmu membantu
banyak bagi mereka le”
“kenapa bisa mbah? Bukannya masa pengabdian mereka di dunia
sudah habis. Dan alam kubur tinggal wahana untuk pembalasan. Baik dibalas baik,
buruk dibalas buruk”
“itu kan cerita orang-orang mushola le. Kebenarannya kita
sama-sama boleh menafsirkan.
Allah maha pengampun, maha penyayang. Pengampunannnya bahkan
lebih besar dari kesalahan manusia. Karena Dia maha penyayang jadi kasih
sayangnya melampaui ruang dan waktu”
“kok terlalu berat ya mbah”,
“menurutmu apa yang dilakukan para mayit di alam kubur?”,
“diberi nikmat kubur mbah, atau kalau yang apes kena gada
malaikat”,
“belum le. Kubur bukan penentuan akhir. Alam kubur adalah
masa antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, dimana manusia sadar akan
hakikat keberadaannya di bumi”
“bukankah sejak di bumi mereka sadar akan hakikat keberadaan
dan tugas yang diemban mbah?”
“tidak semua le. Ada yang sadar, ada pula yang tertipu oleh
gincu dan bedak duniawi. Tidak terkecuali para kyai dan penjaga umat le”,
“jadi Allah masih memberi kesempatan untuk bertobat ya mbah
pas di alam kubur”,
“aku tidak bisa mengatakan ya. Cuma Allah tidak langsung
menyiksa manusia hanya karena dosa-dosanya semasa di dunia. Ingat le, alam
kubur bukan penentuan akhir. Dan kasih sayangnya yang maha itu sanggup
mengatasi ruang dan waktu.”
“lalu untuk apa semua doa-doa tadi mbah”
“doamu untuk menghidupkan cahaya mereka di alam kubur le.
Kamu tahu sendiri kalau orang sedang mencari, apalagi mencari kesalahan yang
kecil mestilah memakai pelita. Itu si mbarep nunak-nunuk cari jarum di
kegelapan”,
“jadi api kehidupan harus terus berkobar ya mbah”
“dapurmu le, apimu itu masih kelap-kelip belum berkobar
termasuk punyaku. Hahahaha”.
Dan fajarpun datang menghinggapi seluruh ruang semesta. Aku
tidak ingat lagi dengan pembicaraan itu. karena lantun tarhim dari musholla
meninabobokan kantuk yang ditahan-tahan.