ugm-surabaya

ugm-surabaya

Senin, 25 April 2016

Selamat Hari Kartini Walau Telat

                   

aku melihat di trotoar
gadis gadis akademi keperawatan
berjalan beriringan
berbaju putih susu
bercanda riang

nampak pasrah kelelahan
karena praktek dan pengabdian

seperti wanita nusantara
600 tahun silam

aku melihat di mobil mobil mewah
gadis gadis fakultas ekonomika
bercanda kegirangan
mampir ke restoran
sekalian bikin arisan

aku melihat wanita nusantara
100 tahun ke depan

aku melihat di lorong lorong universitas
gadis gadis fakultas ilmu sosial dan bahasa
gadis gadis yang katanya aktifis-kritis-logis
berdebat kusir masalah kata dan kalimat,
tentang gubernur sipit yang belum sunat,
atau tips menjinakan suami dengan filsafat
sampai lupa membetulkan tali pengait beha
yang lepas dan yang kendor

seperti wanita nusantara hari ini
yang banyak ngomong besar
banyak cingcong
banyak tuntutan
tapi alpa akan hal sepele
keseharian


Kamis, 21 April 2016

Balada Sangkan Paran


BALADA SANGKAN PARAN--sebuah puisi


(Sebuah puisi di catatan harian ibuku)

tak ada teh manis di meja beranda

atau roti, keju, dan mentega

Cuma selengkung senyum dan

hamil yang menua

buat bekal suami


menengok huma

(headline Koran-koran lokal)

Pak Harto Peringati Hari Kartini Bersama Dharma Wanita, Pegawai Negeri Pakai Batik Kemeja, Anak-Anak Sekolah Diwajibkan Pakai Kebaya Buat Memperingati Emansipasi Wanita

(dalam catatan harian bapakku)

Pada suatu pagi

di awal musim ketiga

di sebuah keheningan huma

denting pacul di batu kurus

meletus-letus di pedalaman kalbu

seperti mengingatkan kembali:

rumah tangga tak cukup dihidupi fulus

tapi bikin kurus

kalau Cuma berbekal fokus


(di sebuah buku agenda kerja milik bidan muda yang cantik)

Colt butut

Terkentut-kentut

Di jalanan batu berumput

Isi perut

Diaduk-aduk

Seperti lumpur

Berisi belut


Pedusunan yang dungu namun

Tak pernah sok bersahaja

Kesana aku dipanggil

Buat tugas dan kerja


Rumah joglo menyapa

Di depan sana suami muda

Seperti berharap

Agar aku lekas menolongnya

Menenangkan sejenak bayi nakal

Yang usil keroncal-keroncal

Di perut istrinya



Ohh, bayi nakal ya nakal

Makin sengit saja polahnya

Ketika kupegang perut ibunya


Seorang dukun berkebaya kumal

Justru yang paham permintaan bayi nakal

Ia tulis di kening ingatanku

Bahwa kelahiran

Tak sekedar mengorek-orek rahim
Dan kemaluan

Kutulis di lembar belakang ijasahku

Bahwa “Kelahiran adalah menerima kehendak alam

Kelahiran adalah menyangkut adil tidaknya perlakuan

Terhadap kasih sayang Tuhan)

(di sebuah buku kalbu dukun wanita tua tertulis puisi yang amat indah dan bermakna, sayang tak sempat masuk dokumentasi sastra di Jakarta sana)

Penyair manja berkata “malam makin menua”

Bayanganku di cermin berkata, “aku sudah tua”

Tak ada yang perlu dicemaskan dan disesalkan

dari sisa hidup yang berlumuran darah air ketuban

aku percaya,

kaya miskin sama tak punya,

tua-muda hanya perkara usia,

lahir mati tak ada yang meminta,



Joem’at Keliwon, 21 Doelkaidah 1927 

Senin, 18 April 2016

Bungurasih-JMP Pulang-Pergi


Bungurasih-JMP Pulang-Pergi

Separuh malamku jadi abu
Terpanggang cpu Pentium duaku

Ooo dermaga Surabaya
Ooo veteran tua diwarung beratap rumbia
Ooo pemukiman Madura
Ooo adu dara
Ooo arek-arek nekat tak berharta

jawablah!

Apa aku akan terus disini?
Menuntaskan birahi
Lewat foto perempuan berwajah asing?


Ooo perempuan-perempuan Kembang Jepun
Andai ini Surabaya 100 tahun lalu
Tentu badan kita akan bersatu
Tak peduli germo china yang busuk
sedang merajuk
Akan kelancangan pribumi macam saya
mendahulu pemenuhan nafsu tuan eropanya

Mana berani soekarno kayak aku Ya Wanitaku
Paling dia kini tidur mendengkur
Atau mengerjakan tugas ilmu ukur
Selepas makan bubur(bikinan bu suharsikin)
Sedang aku
menjaga malam, menjagamu  ya Wanitaku
Berharap cemas bisa mencatat sejarah
Dengan Mengangkangi
Vagina ketidakadilan
Mengokang
Pistol gombyok kemunafikan
Berkolaborasi jadi penentang kebijakan semena penguasa Belanda tentang cinta
Sayang, sayang, yaa sayang
sejarah tak mencatat dengan air kenikmatanmu yang murni itu
sejarah tak merekam erangan surgawimu
yang jadi genta keseimbangan alam semesta
Sayang sejarah terlampau gengsi dan naïf ya wanitaku
Sayang, sejarah hanya dicatat oleh insinyur manja
Yang kerjanya menenteng tongkat komando dari baja
Dan wanita-wanita 


Maka kini aku tak heran Wanitaku
Bila bangsa ini menjadi tuan rumah yang sedemikian sopan
Pada siapa saja
Tak peduli cina, jepang atau amerika
Semua dapat jatah di kelangkangan istrinya


2016